DPR Mendukung Penuh Segala Bentuk Upaya Pemberantasan Korupsi

DPR Mendukung Penuh Segala Bentuk Upaya Pemberantasan Korupsi
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera saat mengikuti Focus Grup Discussion (FGD) di Bogor, Jawa Barat. Foto: Alfi/Man

 

Metrobanten, Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera menekankan bahwa parlemen mendukung sepenuhnya segala bentuk upaya pemberantasan korupsi.

Sebagai Anti-Corruption Agency (ACA) di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bekerjasama secara erat bersama parlemen.

Mengingat keduanya adalah dua sayap, maka tidak bisa KPK bekerja sendiri dengan menegasikan parlemen, atau parlemen bekerja dengan mengkerdilkan KPK.

“DPR men-support sepenuhnya aktivitas antikorupsi. Dalam pertemuan hari ini, Anggota DPR yang hadir semua menunjukkan komitmennya terkait kesamaan frekuensi (untuk pemberantasan korupsi),” kata Mardani usai mengikuti Focus Grup Discussion (FGD) yang digelar BKSAP DPR dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD) bertajuk ‘Berkaca pada Interaksi antara Parlemen dan Lembaga Anti-Korupsi dalam Pemberantasan Korupsi’di Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/3/2021).

Baca juga: Wahidin Halim: PPKM Mikro se-Tangerang Raya Cukup Efektif Dengan Kampung Tangguh

Adapun pekerjaan rumah selanjutnya, terkait bagaimana membuat lembaga antikorupsi tetap transpean dan akuntabel. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, saat ini KPK sudah menjadi best practice atau menjadi salah satu rujukan dunia, sebagaimana terjadi dalam periode tahun 2012 hingga 2014.

Sejumlah negara seperti Brazil dan Malaysia bahkan menjadikan KPK sebagai salah satu referensi dalam membangun dan mengembangkan lembaga antikorupsi di negaranya masing-masing.

“Dalam suatu acara di Brazil, mereka sangat mengapresiasi KPK yang bisa bekerja efektif untuk membuat tindak pidana korupsi sebagai sesuatu yang menakutkan. Persepsi publik terhadap KPK sangat kuat. Bahkan, KPK di Malaysia pun berharap untuk bisa membangun industri antikorupsi yang dicintai oleh rakyatnya. Tentu ini menjadi pelajaran besar bagaimana kebaikan KPK terus kita lestarikan dan kita kembangkan,” ungkap Mardani.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Anggota BKSAP DPR RI Johan Budi menyampaikan pengalaman dalam posisinya sebagai mantan Plt Pimpinan KPK (20215) dan mantan Juru Bicara Istana (2016-2019).

Baca juga: PT KAI Inventarisasi Pembangunan Reaktivasi Kereta Api Jalur Rangkasbitung-Labuan

Menurut politisi PDI-Perjuangan tersebut, posisinya saat ini sebagai Anggota Komisi III DPR RI memiliki sejumlah prioritas desain hukum ke depan.

“Komisi III saat ini tengah menyusun roadmap legislasi dengan fokus pada RUU KUHP, RUU KUHAP, RUU PAS dan RUU Kelembagaan. Salah satu upaya mengenai revisi KUHP memiliki tujuan untuk perbaikan pidana materiil di bidang korupsi untuk mengisi gap UNCAC. RUU Tipikor juga didorong untuk bisa menerapkan hal-hal seperti illicit enrichment, penyuapan di organisasi dan pejabat asing, korupsi di sektor swasta swasta, korupsi di sektor swasta, gratifikasi, perdagangan pengaruh dan lainnya,” papar Johan Budi.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, yang bergabung secara virtual, memaparkan bahwa KPK secara konstitusional sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 bertugas untuk melakukan tindakan pencegahan, koordinasi dengan instansi berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) dan instansi pelayanan publik.

Baca juga: Nadiem: Setelah Vaksinasi COVID-19 Sekolah Dapat  Lakukan Pembelajaran Tatap Muka

Selain itu, KPK juga memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara, juga melakukan supervisi, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tipikor, serta melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

“Strategi saat ini adalah pendidikan yakni agar orang tidak ingin korupsi, pencegahan supaya orang tidak bisa korupsi), dan penegakan hukum dengan sasaran orang takut untuk korupsi). KPK mengharapkan DPR berperan dalam pemberantasan korupsi, termasuk mengatur kelembagaan, tugas dan wewenang lembaga pemberantasan korupsi, mengatur definisi dan sanksi tipikor dalam hukum pidana dengan memperhatikan keselarasan dengan UNCAC,” kata Ghufron.

Selain itu, KPK juga berharap DPR dapat memastikan kapasitas lembaga pencegahan dan penindakan korupsi melalui anggaran yang memadai. Sekaligus, menjalankan fungsi pengawasan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk koordinasi melalui RDP dan forum lainnya, hingga pemilihan pejabat negara yang terkait pemberantasan korupsi (komisioner KPK, Kapolri dan lainnya).

“DPR berperan dalam kacamata makro pembentuk perilaku. DPR adalah pembentuk norma penyelenggaraan negara yang berpotensi sebagai faktor koruptif. DPR juga berperan dalam pembentukan hukum materiil dan formil anti-korupsi dan juga pembentuk kelembagaan antikorupsi,” lanjut Ghufron.

Sebagai gambaran, korupsi yang terjadi di Indonesia rata-rata bersifat struktural. Sabanyak 85 persen secara pendidikan, alumni Strata 1. Pahadal semestinya, semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi etis dan integritas.

Tapi nyatanya, Ghufron menilai kejahatan korupsi terjadi di kalangan mereka yang memiliki akses pendidikan.

“Untuk itu, DPR dapat berperan secara makro untuk mengubah perilaku koruptif. Terkait pelaporan, KPK berkomitmen akuntabel, namun, dalam pelaporan ke DPR, lembaga tersebut hanya akan melaporkan kasus-kasus yang memperoleh putusan hukum tetap,” pungkas Ghufron. (Red-Parlementaria)

Back to top button