Ribuan Buruh Kabupaten Serang Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja

Metrobanten – Ribuan buruh di Kabupaten Serang melakukan aksi unjuk rasa menuntut dicabutnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Jalan Syeh Nawawi, Curug, Kota Serang, Banten.
Dalam aksinya, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Serang Asep Saefulloh mengatakan, point utama dalam tuntutan yang disuarakan buruh yakni mendesak pemerintah agar segera mencabut Undang-undang Cipta Kerja yang dinilai menyengsarakan kaum buruh.
“Untuk tuntutan kali ini pertama sebagaimana Instruksi nasional di masing-masing federasi kita tetap suarakan pencabutan omnibuslaw berapa kali di judicial review diganti Perpu bahkan sekarang sudah keluar lagi undang-undang cipta kerja yang terbaru nah saat ini dari kawan-kawan federasi yang lain mungkin sedang memproses judicial review terutama dari Partai Buruh karena satu-satunya partai yang memang melakukan judicial review undang-undang cipta kerja,” ujar Asep Selasa, (06/06/2023).
Kemudian, kata Asep, yang menjadi persoalan lain para buruh yakni dengan adanya Permen 05 Tahun 2003 tentang pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh pekerja sampai dengan sebesar upah minimum provinsi atau upah minimum kabupaten/kota.
Peraturan tersebut dinilai memberatkan para pekerja lantaran bukan hanya mengurangi jam kerja tetapi memangkas upah.
“Yang kedua kita menuntut agar dicabut permen 05 tahun 2003 karena bagaimanapun juga ini terus mengikis atau mendegradasi kebutuhan biaya hidup buruh tentunya dengan proses awalnya hanya mengurangi jam kerja tetapi di negoisasi selanjutnya ternyata mengurangi pendapatan buruh contoh misalkan ada yang dirumahkan dengan tiga hari kerja tetapi dia tidak diberikan upah tapi ada beberapa juga kawan yang memang diliburkan tetapi dengan mendapatkan upah presentasi tertentu,” paparnya.
Selain itu, para buruh juga menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Kesehatan yang dinilai berpotensi dilakukan komersialisasi layanan kesehatan. Seperti halnya, tidak semua biaya pengobatan penyakit tertentu ditanggung BPJS kesehatan.
“Yang selanjutnya berkenaan dengan RUU Kesehatan, karena bagaimanapun juga ini merupakan rangkaian undang-undang cipta kerja tetapi menuai masalah ditengah masyarakat,” katanya.
Terakhir, Asep menuturkan, di negara demokratis ini dimana rakyat diberikan kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya justru pada faktanya masih ada tindakan kriminalisasi terhadap aktivis buruh sehingga berdampak pada gerakan keorganisasian bahkan menimbulkan ketakutan untuk bersuara.
“Jadi banyak aktivis kita gara-gara mendirikan serikat pekerja dikriminalisasi, diintimidasi, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja organisasi tidak maksimal dimana banyak orang, banyak buruh yang tidak berani menyampaikan suaranya.” Kata Asep.
“Untuk itu kita mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa proses ini dimulai dari daerah masing-masing untuk terus kita kawal tentang empat tuntutan tadi dan mudah-mudahan menjadi agenda nasional untuk kita terus suarakan,” pungkasnya. (Ki)









