HNW Apresiasi Kinerja Polri Tangkap Terduga Penista Agama
Metrobanten, MPR – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengarepsiasi langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangkap Muhammad Kece dengan delik penistaan agama.
Hidayat Nur Wahid juga mendesak agar aparat penegak hukum – termasuk kejaksaan dan pengadilan – dapat memberikan tuntutan dan hukuman yang maksimal kepadanya.
Menurut Hidayat hukuman keras sangat layak dijatuhkan kepada M Kece yang telah berulangkali meresahkan Umat dengan penistaannya terhadap Agama Islam.
Hukuman berat kepada M Kece juga diperlukan untuk menghadirkan efek jera dan agar tidak ada lagi yang mengulangi perbuatan serupa.
Yakni penistaan terhadap agama Islam. Untuk menjaga harmoni toleransi Umat beragama juga untuk menghindarkan Indonesia dari pecah belah dan adudomba oleh pihak-pihak yang anti Agama.
“Jangan sampai perbuatan yang membahayakan kerukunan Umat Beragama dan NKRI seperti itu diulangi lagi oleh yang bersangkutan atau orang lain,” ujarnya di Jakarta, Rabu (25/8/2021).
Baca juga: Resmi Jadi Tersangka, YouTuber Muhammad Kece Dijerat Pasal UU ITE
Berdasarkan, UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahaan dan Penyalanggunaan dan / atau Penodaan Agama dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sanksi pidana maksimal adalah lima tahun penjara.
“Karena kejahatannya, maka yang bersangkutan sudah layak dijatuhi hukuman maksimal tersebut,” tukasnya.
Lebih lanjut, HNW yang juga Wakil Ketua Majlis Syura PKS, berharap persoalan ini harus diusut dengan tuntas. Termasuk kemungkinan adanya jaringan anti Agama.
Seperti Muhammad Kece yang ingin mengadudomba antar Umat beragama dengan menistakan Islam dan Nabi-nya Umat Islam.
Jangan sampai terulang kasus-kasus penistaaan terhadap Agama serta Simbol/Tokoh Agama Islam yang pelakunya ditangkap tapi hukum tidak ditegakkan dengan dalih “gangguan jiwa”.
“Karena yang dilakukan M Kece nampak betul bahwa yang bersangkutan sehat dan menyadari apa yang dilakukannya. Tetapi apabila memang harus diperiksa kondisi kejiwaannya, perlu diperiksa oleh ahli kejiwaan yang profesional dan independen,” jelasnya.
Baca juga: Bareskrim Tetapkan Yahya Waloni Tersangka Dugaan Penistaan Agama
Kasus penistaan Agama/Simbol Agama semacam, ini kata HNW semakin sering terjadi. Salah satu sebabnya, karena banyak kasus serupa yang mandeg atau tidak ada kejelasan, karena alasan gangguan kejiwaan atau lainnya.
Sekalipun mengapresiasi, HNW juga mengingatkan pelaku penistaan Agama yang buron, yakni Jozeph Paul Zhang, yang hingga kini masih belum bisa ditangkap Polisi.
“Saya apresiasi kinerja Polri yang menangkap Muhammad Kece, tetapi juga sekaligus mengingatkan bahwa Polri masih mempunyai pekerjaan rumah untuk menangkap penista Agama yang lain yaitu Jozeph Paul Zhang. Bila semua kasus penistaan Agama yang meresahkan publik dan sudan dilaporkan ke Polisi.” Terangnya.
“Polisi harus melakukan proses secara adil, sesuai aturan hukum yang berlaku, maka itu dapat meyakinkan Umat akan masih adanya hukum yang adil, dan bisa membuat efek jera agar tidak terulang lagi, sehingga kehidupan bangsa Indonesia yang harmonis dan saling toleran antar Umat beragama, tidak terganggu,” tuturnya.
Diketahui juga, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan penceramah Yahya Waloni sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama usai ditangkap di kawasan Cibubur pada Kamis (26/8).
Dalam hal ini konten yang diperkarakan ialah saat Yahya Waloni menyebut injil fiktil serta palsu.
Yahya Waloni dijerat dengan pasal berlapis mulai dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait ujaran kebencian, hingga pasal penodaan agama.
Rusdi merincikan, pasal yang disematkan kepada Yahya Waloni ialah Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP.
HNW juga mengingatkan DPR dan Pemerintah segera membahas RUU Pelindungan Tokoh dan Simbol Agama sebagai alat hukum untuk membentengi semua Agama yang diakui di Indonesia beserta simbol dan tokoh-tokohnya dari pelecehan dan penghinaan dan tindakan kriminalitas. Sekaligus melengkapi aturan-aturan yang berlaku saat ini.
“RUU ini sangat penting karena dapat sebagai langkah preventif dan juga represif terhadap pelaku-pelaku penista apapun Agama yang diakui di Indonesia beserta tokoh dan simbol masing-masing Agama,”pungkasnya. (rls)