Sejarah Hari Anti Narkotika Internasional 26 Juni 2021
Metrobanten, Jakarta – Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) diperingati pada 26 Juni setiap tahunnya. Dilansir un.org, tanggal itu ditetapkan melalui resolusi 42/112 pada 7 Desember 1987 oleh Majelis Umum PBB sebagai Hari Internasional Menentang Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba.
Selain itu, penetapan ini merupakan tekad untuk mencapai tujuan masyarakat internasional yang bebas dari penyalahgunaan narkoba. Adanya peringatan secara global ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan masalah utama yang ditimbulkan oleh obat-obatan terlarang.
Pada tahun ini, PBB mengambil tema “Share Facts on Drugs, Save Lives”. Tema ini bertujuan untuk memerangi informasi yang salah dan mempromosikan berbagai fakta tentang narkoba.
Mulai dari risiko kesehatan, solusi untuk mengatasi masalah narkoba di dunia, hingga pencegahan berbasis bukti, pengobatan, dan perawatan. Kampanye ini menyoroti statistik dan data kunci yang diambil dari Laporan Obat Dunia tahunan UNODC World Drug.
Dengan memberikan fakta dan solusi praktis untuk masalah narkoba dunia saat ini, diharapkan dapat mencapai visi kesehatan untuk semua berdasarkan sains.
Sejarah Hari Anti Narkotika Internasional
Dilansir dari BNN Sukabumi, penetapan Hari Anti Narkotika Internasional tak lepas dari momen pengungkapan kasus perdagangan opium oleh Lin Zexu (1785-1851) di Humen, Guangdong, China.
Lin Zexu adalah pejabat yang hidup pada masa Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing. Ia terkenal dengan perjuangannya menentang perdagangan opium di China oleh bangsa-bangsa asing.
Kala itu, Lin Zexu melihat negaranya semakin terpuruk karena harta negara terus mengalir ke Inggris untuk membeli obat terlarang, dan ada ketergantungan akan opium. Oleh karena itu, Lin bertekad menumpas obat terlarang.
Usahanya ini akhirnya memicu Perang Candu antara China dan Inggris. Kemudian, Kaisar Daoguang memanggil Lin Zexu untuk membahas penerapan larangan terhadap pedagangan opium.
Di hadapan Kaisar, ia menegaskan bahwa opium harus dilarang karena konsumsinya menghabiskan kekayaan negara. Baca juga: Dirgahayu Ke-69 Kopassus,
Baca juga: Ketahui Heroin dan Bahaya yang Mengancam Kesehatan Penggunanya
Ini Sejarah Terbentuknya Komando Pasukan Khusus Narkotika memicu tindak kejahatan lainnya Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika berdampak buruk terhadap kesehatan, perkembangan sosial ekonomi, serta kemanan dan kedamaian dunia.
Penyalahgunaan narkotika menyebabkan sekitar 190.000 orang di dunia meninggal dunia dengan sia-sia setiap tahunnya.
Narkotika juga secara nyata dapat memicu kejahatan lainnya, seperti pencurian, pemerkosaan, dan pembunuhan.
Sementara itu, perdagangan dan peredaran gelap narkotika disinyalir menjadi salah satu sumber pendapatan untuk mendukung operasi tindakan terorisme. UU No. 35 Tahun 2009 menyebutkan, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Adapun narkotika yang terkandung dalam undang-undang tersebut di golongkan menjadi empat golongan berdasarkan kegunaan dan efek yang diberikan.
Narkotika di Indonesia
Di Indonesia, pemberantasan narkoba jadi perhatian serius pemerintah. Presiden Joko Widodo, pada Februari 2015, menyatakan, Indonesia gawat darurat narkoba.
“Ada sebuah situasi yang sudah sangat darurat. Semuanya harus kerja sama karena kondisinya menurut saya sudah sangat darurat,” kata Presiden Jokowi dikutip dari Kompas.com, (4/2/2015).
Saat itu, Jokowi menyebutkan, berdasarkan data yang dimilikinya, kira-kira ada 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari karena penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi dalam setahun, ada sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karena penggunaan narkoba.
Baca juga: Waspadai Efek Ekstasi bagi Kesehatan Tubuh
Angka itu belum termasuk 4,2 juta pengguna narkoba yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak dapat direhabilitasi. Sebagai bentuk tanggap darurat narkoba, Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak 2016 telah menjalankan program-program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap narkotika (P4GN).
Langkah ini dilakukan untuk menekan angka prevalensi penyalahgunaan narkotika, khususnya pada kelompok generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, negara berkewajiban menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang mereka dan menjaga dari ancaman bahaya narkoba.
(Dilansir dari Kompas.com)