Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang Dorong Pemkot Atasi Sampah Secara Masif

Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang Dorong Pemkot Atasi Sampah Secara Masif
Arief Wibowo, Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang

Metrobanten -Tumpukan sampah di sejumlah wilayah Ciledug, terus menjadi keluhan publik yang belum tuntas ditangani secara komprehensif. Meski petugas kebersihan rutin bekerja, kenyataannya volume sampah masih meluber ke jalan-jalan.

Arief Wibowo, Wakil Ketua II DPRD Kota Tangerang, angkat bicara. Ia menyebut akar persoalan ini bukan semata-mata pada perilaku warga, tetapi lebih mendalam, belum adanya sinergi antara ketersediaan sarana-prasarana, edukasi sosial, dan penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Ia mengusulkan langkah sistemik yang berbasis manajemen logistik, perilaku, dan teknologi.

Menurut Arief, persoalan utama sampah bukan hanya tentang bagaimana membuang, melainkan bagaimana kota ini mengelola seluruh prosesnya secara terstruktur, dari rumah hingga Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Pemerintah harus memetakan alur pergerakan sampah dari sumber, baik dari perumahan atau kawasan industri, hingga ke TPA. Ini prinsip dasar yang bisa kita adopsi dari pendekatan manajemen logistik. Tanpa pemetaan yang rapi, semua kebijakan hanya bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar masalah,” ujarnya.

Arief menyoroti bahwa saat ini kewenangan pengelolaan sampah dari sumber sampai ke truk pengangkut yang akan membawa ke TPA masih berada dalam domain kewilayahan: artinya, menjadi tanggung jawab penuh kecamatan dan kelurahan.

Namun, ia mempertanyakan apakah seluruh infrastruktur pendukung sudah tersedia.

“Sudahkah ada cukup gerobak sampah? Bagaimana dengan armada pengangkut dari pemukiman ke titik penjemputan? Kalau belum, kenapa bak-bak sampah di jalan dibongkar tanpa solusi pengganti?” katanya dengan nada kritis.

Pembongkaran sejumlah bak sampah permanen di beberapa titik utama Kota Tangerang memang memicu perdebatan. Di satu sisi, Pemkot ingin menata estetika dan menghindari penumpukan sembarangan. Namun di sisi lain, masyarakat kehilangan tempat yang layak untuk membuang sampah dengan benar.

“Kalau dibongkar, gantinya apa? Warga kan butuh akses buang sampah. Tanpa TPS yang strategis dan mudah dijangkau, mereka bisa frustrasi dan akhirnya buang sembarangan. Itu manusiawi,” tegas Arief.

Ia mendorong agar Pemkot segera menyediakan TPS-TPS yang layak di setiap kelurahan, terutama yang padat penduduk.

Setelah infrastruktur memadai, langkah selanjutnya adalah edukasi. Tapi, Arief mengingatkan, edukasi bukan hanya ceramah dan sosialisasi simbolik.

“Kita bicara mengubah tabiat masyarakat. Itu tidak bisa satu kali pelatihan lalu selesai. Kita butuh pendampingan, monitoring, dan support nyata,” tegas politisi dari fraksi PKS ini.

Menjelang perayaan 17 Agustus, Arief mengusulkan ide yang segar dan sekaligus edukatif: kompetisi antar wilayah dengan tajuk RT Merdeka dari Sampah.

“Bayangkan kalau setiap RT berkompetisi menunjukkan lingkungannya bebas sampah. Bukan cuma bersih-bersih seremonial, tapi menyelesaikan sampahnya sampai tuntas di lingkungannya masing-masing, tidak ada yang tercecer ke jalan. Itu baru revolusi mental yang nyata,” katanya antusias.

Menurut Arief, pendekatan apresiatif seperti ini telah berhasil diterapkan di beberapa daerah seperti Bandung, yang kini memiliki sejumlah RW bebas sampah.

“Kita bisa benchmarking ke daerah lain. Coba cari model yang cocok, uji coba di satu wilayah, lalu gandakan ke seluruh kota. Jangan hanya lomba bank sampah, tapi ubah habit masyarakat dengan model yang bisa direplikasi,” sarannya.

Dikatakanbya Kota Bandung menjadi contoh konkret yang disebut Arief. Di sana, konsep RW Bebas Sampah telah berjalan di sejumlah kelurahan. Warga didampingi secara aktif, diberi pelatihan teknis, dan dihadiahi apresiasi jika berhasil mengelola sampah mandiri.

“Model seperti itu bisa kita tiru. Kita buat pilot project di satu kelurahan dulu. Kalau berhasil, duplikasi ke tempat lain. Setiap perubahan itu butuh model, dan model harus diberi panggung agar bisa menginspirasi,” tuturnya.

Jika infrastruktur dan edukasi sudah berjalan, langkah terakhir yang tak kalah penting adalah penegakan hukum. Arief menilai Pemkot harus mulai tegas terhadap pelanggar buang sampah sembarangan.

Ia menyarankan tiga strategi pengawasan termasuk dengan Pemanfaatan teknologi pemanfaatan teknologi untuk mensiasati keterbatasan SDM : pasang CCTV di titik rawan pembuangan liar, Pelibatan masyarakat warga bisa melapor pelanggar secara sistematis, Sanksi sosial dan hukum dari teguran keras, denda, kerja sosial, hingga tipiring (tindak pidana ringan) bagi pelanggar berulang.

“Bila perlu, tindakan terhadap pelanggaran itu dipublikasikan agar memberi efek jera. Transparansi penindakan akan membuat warga sadar, bukan takut,” katanya. (Ds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *