Mendikbud Nadiem Makarim Izinkan Sekolah di Zona Kuning Boleh Dibuka

Mendikbud Nadiem Makarim Izinkan Sekolah di Zona Kuning Boleh Dibuka
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, satuan pendidikan yang berada di zona kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka.

 

Metrobanten, Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, satuan pendidikan yang berada di zona kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi virus korona (covid-19). Kebijakan ini merupakan hasil revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri.

“Ada perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning, kami merevisi SKB untuk memperbolehkan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat, dan semua data mengenai zonasi kuning dan hijau itu berdasarkan Satgas Covid-19,” kata Nadiem dalam konferensi video, Jumat, 7 Agustus 2020.

Baca juga: Sekolah di Pandeglang Bisa Belajar Mengajar Tatap Muka

Nadiem mengatakan, sekolah di zona oranye dan merah masih akan melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tidak ada kegiatan belajar tatap muka secara langsung untuk sekolah yang masuk dalam dua zona tersebut.

Syarat untuk melakukan pembelajaran tatap muka masih sama dengan SKB empat menteri sebelumnya. Misalnya, mendapat izin Satgas Covid-19 dan kepala daerah setempat, mampu menjalankan protokol kesehatan, dan siswa diizinkan oleh orang tua untuk ke sekolah.

Baca juga: Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Persiapkan Sistem Ganjil-Genap Sekolah Tatap Muka

Selain itu, kapasitas kelas hanya boleh di isi setengah dari jumlah rombongan belajar. Jika satu rombongan belajar terdapat 30 siswa, maka yang boleh masuk dalam kelas hanya 15 siswa.

“Sekolah juga bisa melakukan shifting untuk kelas (untuk menampung seluruh rombongan belajar dalam satu kelas). Jadi harus sistem rotasi,” ujar Nadiem.

Mendikbud Nadiem Makarim Izinkan Sekolah di Zona Kuning Boleh Dibuka

Namun, terdapat pengecualian bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siswa SMK yang terpaksa belajar praktik dengan menggunakan alat, dipersilakan untuk ke sekolah, meskipun berada di zona oranye maupun merah.

“Bukan pembelajaran teori, hanya praktik. Yaitu pembelajaran produktif yang harus menggunakan mesin-mesin dengan protokol kesehatan yang di perketat Apalagi yang dapat menentukan kelulusan mereka. Pembelajaran teori dan mata pelajaran teori harus di lakukan PJJ,” sambung Nadiem.

Nadiem menambahkan pembukaan sekolah untuk tatap muka baru berlaku pada jenjang SD, SMP dan SMK. Sedangkan, untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baru akan diperbolehkan dua bulan ke depan, atau Oktober mendatang.

“Kami memilih untuk menunda PAUD, karena protokol kesehatan di level PAUD risikonya lebih sulit dilaksanakan dengan anak umur TK. Berati untuk SD sampai SMA diperbolehkan jika semua pihak menginginkan dan siap,” ujar dia.

Nadiem menjelaskan keputusan ini diambil untuk mengurangi dampak negatif PJJ yang berkepanjangan. Pembukaan sekolah ini pun diharapkan dapat kembali meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.

“Efek daripada melakukan PJJ berkepanjangan itu bisa sangat negatif dan permanen,” ungkapnya.

Menurut Nadiem, ada sejumlah dampak PJJ berkepanjangan. Pertama, putus sekolah yang akhirnya terpaksa bekerja karena sekolah PJJ tidak optimal dengan kondisi internet. Kemudian, persepsi orang tua juga berubah mengenai peran sekolah dalam proses pembelajaran yang tidak optimal.

“Dan ini berdampak seumur hidup bagi anak-anak kita,” terang Nadiem.

Saat ini, terdapat 276 kabupaten/kota atau 43 persen peserta didik yang berada di zona hijau dan kuning di seluruh Indonesia. Sedangkan, yang berada di zona merah dan oranye sebanyak 57 persen dari peserta didik atau 238 kabupaten/kota. (red)

Back to top button