CEGAH KETULIAN, RSUD KOTA TANGERANG GELAR SEMINAR AWAM PENYAKIT THT

Metrobanten, Kota – Jaga kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan (THT) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tangerang menggelar acara Seminar Awam Penyakit THT dengan Tema” Pendengaran Untuk Masa Depan”.

Acara yang di gagas oleh teman – teman Komite Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRSUD) dalam rangka memeriahkan HUT RI Ke 73 tahun, aula lantai IV RSUD Kota Tangerang, Sabtu (25/8/18).

Dengan menghadirkan tiga narasumber dokter THT RSUD Kota Tangerang, dr. Hendrarto, Sp THT-kl, dr.Gustav Syukrinto, Sp THT – kl, dr. Lucyana Achwas, Sp THT – kl. Yang menerangkan terkait infeksi telinga tengah (congekan), deteksi dini pendengaran, infeksi liang telinga dan serumen kotoran telinga.

Direktur Utama RSUD Kota Tangerang, dr.H.Feriyansyah,MKM mengatakan, Komite PKRSUD mengangkat materi tersebut dengan tujuan agar masyarakat mengetahui dan mendapatkan ilmu tentang bagaimana menjaga Telinga Hidung Dan Pendengaran (THT).

Terlebih diera modernisasi saat ini semua sudah serba tekhnologi, semakin banyak masyarakat dari anak sampe dewasa memiliki alat bertekhnologi tinggi yang apabila lalai menjaganya akan berakibat penyakit THT di masa depan.

“Salah satu contohnya saat ini, anak dan remaja zaman now sering menggunakan head set/earphone utk berkomunikasi dan mendengarkan musik video dan lain sebagainya, dengan mendengarkan volume diatas ambang batas telinga,” jelas Dirut RSUD Kota Tangerang.

Infeksi telinga tengah dibagi menjadi tiga bagian besar diantaranya, Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah yang diakibatkan oleh bakteri atau virus. Ini biasa terjadi pada anak – anak dikarenakan perbedaan anatomi tuba eustachius, telinga anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih lurus.

“Penyebabnya dari kuman strep pneumoniae, influenza, beta hemolytic streptococcus,” ujar dr. Hendrarto, Sp THT – kl saat seminar di lantai IV kepada Metrobanten.

Sedangkan yang kedua Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) yaitu peradangan mukosa telinga tengah disertai keluar cairan melaui perforasi membran timpani (gendang telinga belubang). Cairan itu dapat encer, kental, bening, dan nanah. Dan cairan dapat keluar terus menerus dan hilang timbul.

Menurutnya, banyak kasus yang terjadi di RSUD Kota Tangerang pasien mengeluhkan keluar cairan dari telinga (congekan) yang penanganannya belum sesuai. Untuk itu kami sebagai narasumber memberikan beberapa materi agar masyarakat awam lebih tahu penyebab awal congekan dan apa yang harus dilakukan.

“Disini kami memberikan materi kapan pasien atau orangtua bisa menangani sendiri, kapan pasien mengenal tanda bahaya dan harus dibawa ke klinik atau rumah sakit terdekat,” katanya.

Lebih lanjut, dr. Hendrarto menuturkan, penyebab pada anak biasanya demam, sumeng, batuk pilek, sakit telinga. Biasanya kalau sudah parah akan keluar cairan (congekan). Nanti tergantung cairannya yang keluar encer atau kental, namun tetap si cairannya akan terlebih dahulu dikeluarkan baru diberikan obat sesuai dengan indikasinya atau tingkat keparahannya.

“Dan ini tidak akan cukup sekali lalu sembuh perlu kontrol untuk dibersihkan dan diobati beberapa kali sampai pasien sembuh. Normalnyakan cairan itu kering, kalau sudah keluar cairan itu harus segera ditangani untuk mencegah lebih parah lagi atau terjadi komplikasi berbahaya dan menyebabkan gangguan pendengaran,” tuturnya.

Adapun faktor yang mempengaruhi diantaranya, usia bayi dan anak, keadaan gizi kurang, sosioekonomu rendah, batuk pilek berulang, alergi, gangguan kekebalan tubuh TBC, HIV- AIDS.  Dan yang ketiga Otitis Media Efusi (OME).

“Kalau ingin cepat sembuh itu mudah, ikuti saran dokter THT sampai sembuh total baru bisa beraktifitas seperti biasa. Normalnya 2 minggu dengan penanganan dokter THT kontrol dan obat rutin sudah bisa sembuh,” tukasnya.

Sementara dr. Gustav Syukrinto, Sp THT-kl  menjelaskan terkait deteksi dini pendengaran, dimana 70% aktifitas manusia sehari – hari itu mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Untuk itu sangat baik bagi masyarakat untuk mengetahui dan mendeteksi dini penyebab gangguan pendengaran.

Karena di Indonesia 5000 bayi lahir tuli setiap tahunnya. Gangguan pendengaran yang tidak terditeksi sejak dini akan menyebabkan gangguan wicara di kemudian hari.

Salah satu contohnya, banyak orangtua mengira bayi atau balitanya belum bisa bicara dan diajak untuk mendapatkan pengobatan atau terapi ketempat yang salah. Padahal si bayi atau si anak belum tentu tidak bisa bicara kalau orangtua membawa si anak untuk mendapatkan pengobatan atau penanganan tepat sejak dini.

“Bisa jadi si bayi atau balita kita tidak bisa bicara karena gangguan pada telinganya. Namun karena dibawa ketampat atau penanganannya kurang tepat dan berlarut larut, menyebabkan si bayi gangguan wicara. Makanya para orangtua amat penting untuk mendeteksi dini pendengarannya,” ujar dokter.

Jadi banyak gangguan pendengaran pada bayi tidak disadari dan sering terlambat terdeteksi yang berdampak terganggunya perkembangan wicara dan bahasa, gangguan bersosialisasi, sering terjadi misdiagnosis.

Serumen kotoran telinga juga wajib diketahui bahwa serumen adalah hasil produksi kelenjar sebase, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu.

Dalam keadaan normal serumen terdapat disepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya ditemukan didaerah ini. Konsitensinya biasanya lunak, tetapi kadang kadang kering. Dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia, dan keadaan lingkungan.

“Pada anak – anak pembersihan serumen agak sulit dan harus hati – hati karena tidak mau diam, biasanya kita pake alat atau obat terlebih dulu,” ujar dr.Lucyana Achwas, Sp THT-kl

Gejala klinis biasanya pendengaran berkurang, rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu dan menwkan dinding liang telinga. Telinga berdengung, pusing ( vertigo) bila serumen telah menekan membran timpani.

dr. Lucyana mengatakan, serumen pada anak biasanya menyebabkan anak jadi malas sekolah, malas belajar, kurang percaya diri, bodoh,stres dikarenakan pendengarannya berkurang dan tidak dapat mendengarkan guru ketika sedang menjelaskan.

“Pengobatan bisa dengan obat tetes diberikan kepada pasien sampai sembuh. Dilakukan rutin dan 6 bulan sekali cek ke Poli THT untuk mencegah penyebab yang lebih parah lagi,” pungkasnya.

Seperti diketahui RSUD Kota Tangerang mengeluarkan ‘Aplikasi RSUDKITA’ dimana didalamnya terdapat menu SIPITUNG, SIDOI, SISKA, SARTIKA, DAN FASILITAS KITA.      (Adv)

Back to top button