Polri Tetapkan 9 Tokoh KAMI Jadi Tersangka Penghasutan Demo Tolak UU Cipta Kerja

Metrobanten, Jakarta – Bareskrim Polri menetapkan 9 orang tersangka penghasutan terkait demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh pada 8 Oktober 2020.
Mereka ditangkap di wilayah Medan, Jakarta, Depok dalam kurun waktu 9-13 Oktober 2020.
Para tersangka diketahui sebagian merupakan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)./
Para petinggi KAMI yang ditetapkan sebagai tersangka di antaranya Ketua KAMI Medan Khairi Amri (KHA), kemudian petinggi KAMI Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH), dan Anton Permana (AP).
Kemudian ada mantan Caleg PKS Kingkin Anida (KA), admin akun @podoradong Deddy Wahyudi (DW) selaku , dan 3 lainnya merupakan pengurus KAMI Medan Juliana (JG), Novita Zahara S (NZ), serta Wahyu Rasasi Putri (WRP).
Baca juga: Sebaran Bermuatan SARA, Polri Beberkan Detail Penangkapan 8 Pimpinan KAMI
Kesembilan orang yang terdiri dari empat wanita dan lima perempuan tersebut dihadirkan di hadapan awak media saat Bareskrim Polri merilis kasusnya.
Mabes Polri pun mengungkap peran para pelaku sehingga dilakukan penangkapan.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan untuk tersangka KHA, JE, NZ dan WRP tergabung dalam satu grup whatsapp dengan nama KAMI Medan.
Dalam grup whatsapp terdapat narasi penghasutan dan ajakan terkait UU Cipta Kerja.
Baca juga: Berbuat Anarkis: 6 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Saat Hendak Aksi Omnibus Law ke Jakarta
Tak hanya itu, dalam percakaan grup juga didapat dorongan untuk membuat logistik dalam demo penolakan UU Cipta Kerja seperti molotov dan batu.
Dalam jumpa pers, Argo mengungkapkan peran-peran para tersangka. 4 tersangka dari Medan melakukan aktivitas di media sosial yang diduga menjadi salah satu penyebab demonstrasi berakhir dengan kerusuhan.
“Ada beberapa kegiatan yang terpantau di media sosial, yang saya sampaikan ini dari Medan. Yang dari Medan ini akhirnya kita menemukan ya, ada dua LP kemudian ada empat tersangka yang kami lakukan penangkapan dan penahanan,” ujar Argo.
“Pertama KA, JG, NZ dan kemudian ada WRP,” imbuh Argo.
Sementara, tersangka lain yang ditangkap di Jakarta, salah satunya Jumhur Hidayat diduga mengunggah ujaran kebencian melalui akun Twitter pribadinya yang berkaitan dengan omnibus law UU Cipta Kerja. Cuitan itu disebutnya berakibat pada suatu pola anarkis dan vandalisme.
“Tersangka JH ini di akun Twitternya menulis salah satunya ‘undang-undang memang untuk primitif, investor dari RRT, dan pengusaha rakus’. Ini ada di beberapa twitnya,” kata Argo dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (15/10/2020).Polri mengungkap peran tersangka JG yang merupakan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan dalam penangkapan demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan JG berperan menyampaikan narasi untuk menciptakan kerusuhan seperti pada 1998. Narasi itu disampaikan JG di grup WhatsApp KAMI Medan.
“Tersangka JG, apa perannya JG ini? JG ini di dalam WA group tadi menyampaikan ‘batu kena satu orang, bom molotov bisa kebakar 10 orang, dan bensin bisa berceceran’ dan sebagainya di sana. kemudian ada juga menyampaikannya ‘buat skenario seperti 98, penjarahan toko China dan rumah-rumahnya’. Kemudian ‘preman diikutkan untuk menjarah’,” ucap Irjen Argo Yuwono, Kamis (15/10/2020).
JG ditangkap pada 10 Oktober 2020 oleh Polda Sumut. Dari JG, Polri mengamankan barang bukti seperti bom molotov.
“Sudah kita jadikan barang bukti. kata-katanya seperti itu. makanya kita mendapatkan bom molotovnya ini (sambil menunjukkan barang bukti),” kata Argo.
Argo mengatakan, bom molotov yang diamankan itu disiapkan JG untuk melempar ke fasilitas umum saat demo berlangsung. Dampaknya, ada mobil yang terbakar akibat dilempar bom molotov.
“Ada bom molotovnya sama, Pylox ini untuk membuat tulisan. dan bom molotovnya untuk apa? Untuk melempar. Melempar apa? Fasilitas ada mobil terbakar yang dilempar, ini gambarnya sehingga bisa terbakar,” kata Argo.
Adapun para tersangka terancam dengan hukumnan beragam. Mulai dari 6 hingga 10 tahun penjara.
Empat tersangka dari Medan dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo 45a UU ITE ditambah Pasal 190 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara.
JH dan AP terancam hukuman 10 tahun penjara. JH disangkakan melanggar Pasal 28 ayat 2 jo 45a UU ITE dan juga pasal 14 ayat 1 dan 2 KUHP dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (arsa/rls)