Aksi Demo Warga Cipete-Kunciran di PN Tangerang Berujung Ricuh

Aksi Demo Warga Cipete-Kunciran di PN Tangerang Berujung Ricuh
Puluhan warga membakar ban saat melakukan aksi unjuk rasa di depan PN Tangerang Klas 1A, Kamis (5/11). Mereka menuntut agar persoalan terkait sengketa tanah segera ditangani.

 

Metrobanten, Tangerang – Demo ratusan warga yang tergabung Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1 A Tangerang berlangsung ricuh hingga membakar keranda, Kamis (5/10/2020). Mereka geram lantaran Kepala PN Tangerang tidak juga mau menemui massa aksi.

Massa aksi mulai mendatangi PN Klas 1 Tangerang sekitar pukul 11.30 WIB. Mereka menilai Kepala PN mengingkari janji untuk mengawal dan bersikap kooperatif dalam setiap proses hukum yang timbul atas penetapan eksekusi nomor 120/PEN.EKS/2020/PN TNG.

Pengunjuk rasa yang menuntut PN Tangerang memberikan 9 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) terkait sengketa lahan di Kecamatan Pinang membakar ban di tengah jalan Jalan TMP Taruna.

Baca juga: Buruh di Kota TangerangTuntut Kenaikan UMK 8,51 Persen

Pembakaran ban dilakukan lantaran salah satu petugas keamanan diduga telah melempar kayu ke arah demonstran.

Setelah membakar ban, puluhan demonstran tersebut mencoba untuk merangsek masuk ke dalam PN Tangerang Klas 1A. Dorong-dorongan antara demonstran dengan petugas keamanan pun tak terhindarkan. Hingga pintu gerbang pengadilan pun hampir roboh.

Salah satu petugas kemanan yang diduga melempar botol hampir menjadi bulan-bulanan demonstran. Pengunjukrasa mencoba mengejarnya. Beruntung petugas kepolisian sigap dan langsung menenangkan demonstran.

Baca juga: Klenteng di Karawaci Ludes Terbakar Akibat Lilin Sembahyang yang Jatuh

“Dia lempar pakai kayu duluan. Makanya ya kita serang,” ujar salah satu pengunjuk rasa, Saipul Basri di Pengadilan Negeri Tangerang, kemarin.

Unjuk rasa warga merupakan buntut dari sengketa tanah yang terjadi di wilayah Kecamatan Pinang. Warga sebelumnya telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Metro Tangerang. Namun proses penyelidikan terhalang oleh ketiadaan 9 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) terkait kasus yang saat ini dikuasai PN Tangerang.

Juru bicara tim advokasi Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu Abraham Nempung menuturkan, pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SPZHP) dari penyidik Polres Metro Tangerang Kota. Dari situ diketahui, PN Tangerang enggan menyerahkan dan menunjukkan berkas 9 sertifikat HGB tersebut.

“Sehingga telah jelas dan nyata bahwa Ketua Pengadilan Negeri Tangerang telah mengingkari janji dan mengangkangi hukum di Indonesia,” ujar Abraham, (5/11).

Dia memaparkan, kewenangan penyidik dalam melakukan penyitaan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 16 dan pasal 42. Dengan penyerahan sertifikat ke kepolisian maka dapat dilakukan pengecekan keaslian dari sertifikat tersebut.

“Karena kalau misalnya palsu berarti telah mengangkangi hak warga. Kalau misalnya asli, kita lihat dari mana kok bisa-bisanya atas nama mereka,” terangnya.

Dalam mediasi seusai unjik rasa, PN Tangerang tetap tidak memberikan SHGB itu. Abraham Nempung kemudian meminta waktu untuk melakukan perundingan dengan beberapa pihak terkait hal tersebut.

“Dia akan membuat undangan besok untuk pihak DPRD dan juga pihak Polres untuk ketemu pada hari Senin (16/11). Nanti hasil pertemuan tersebut akan dismpaikan kepada warga tanggal 18 November,” katanya.

Kepala Humas Pengadilan Negeri Klas 1A Tangerang, Arief Budi Cahyono membantah pihaknya menghalangi penyidikan. PN Tangerang, kata Arief, tidak memberikan SHGB dikarenakan permohonan sita itu untuk melakukan penggeledahan atas nama Mustafa Kamal.

“Sehingga logikanya harus Mustafa Kamal yang menyerahkan, walaupun barang itu ada di Pengadilan,” katanya.

Untuk itu pada Senin (16/11) nanti pihaknya akan memediasi untuk mencari jalan keluar atas pemasalahan warga. Dia memastikan, PN Tangerang akan kooperatif guna mencari dukungan atas polemik itu.

“Kami mendukung upaya mencari kebenaran dan harus proses siapa yang diduga bersalah dan siapa yang melanggar aturan harus ditindak sesuai aturan berlaku,” tegasnya.

Diketahui, persoalan sengketa yang terjadi di Kelurahan Cipete dan Kunciran ini bermula ketika ada 2 orang yang memperebutkan lahan seluas 45 hektare yakni Darmawan dan Franky. Keduanya mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan haknya.

Kemudian pada Jumat (7/8) lalu Pengadilan Negeri Tangerang Klas 1A melakukan eksekusi setelah Darmawan dinyatakan menang dalam putusannya. Keputusan tersebut tertuang dalam surat pemberitahuan Pengadilan Negeri Tangerang Kelas 1A bernomor W29 U4/4151/HT.04.07/VIII/2020.

Hal ini pun menjadi kontra lantaran warga mengaku tak pernah menjual lahannya kepada Darmawan. Sehingga mereka menolak keputusan tersebut dan mendesak PN Tangerang Klas 1A agar membatalkan keputusannya. (red)

Back to top button