Metrobanten, Jakarta – Komisaris Utama PT Balipasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang kasus korupsi pengadaan alkes di Banten dan Tangsel serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam pleidoi itu, Wawan mengatakan dirinya sudah jadi pengusaha sebelum kakaknya, Ratu Atut Chosiyah, jadi Gubernur Banten.
“JPU mencoba memperlihatkan seakan-akan saya baru memulai usaha pada tahun 2005 tersebut, saat kakak kandung saya, Ratu Atut Chosiyah, menjabat sebagai Plt Gubernur Provinsi Banten pada tanggal 10 Oktober 2005. JPU juga berasumsi bahwa perolehan harta saya hanya bersumber dari proyek-proyek APBD Pemerintah Provinsi Banten saja, sejak kakak kandung saya menjabat sebagai Plt Gubernur Propinsi Banten,” kata Wawan saat membacakan pleidoi lewat sambungan video yang terhubung ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Kamis (9/7/2020).
Dia menilai seharusnya jaksa juga menyebut bahwa dirinya berasal dari keluarga pengusaha. Dia juga mengatakan penghasilannya tak hanya berasal dari proyek APBD Banten.
“Seharusnya JPU juga memperlihatkan bahwa saya memang dibesarkan dari keluarga pengusaha dan menjalankan usaha jauh sebelum kakak saya diangkat menjadi (Plt) Gubernur Provinsi Banten dan penghasilan saya tidak hanya berasal dari proyek APBD Provinsi Banten saja, namun juga memperoleh proyek-proyek yang bersumber dari non-APBD Provinsi Banten, yaitu dari Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Lampung, serta pemerintah pusat,” ucapnya.
Menurut Wawan, jaksa juga tidak membuktikan keterkaitan aset yang dimilikinya dengan tindak pidana pencucian uang. Dia mengatakan aset yang dimilikinya merupakan hasil jerih payahnya sebagai pengusaha sejak 2005.
“Sementara JPU menyatakan pokoknya bahwa semua aset yang saya miliki diperoleh dari penghasilan tidak sah selama periode 10 Oktober 2005 sampai September 2019. Padahal fakta-fakta yang muncul di persidangan tidaklah demikian, dan tuduhan JPU tidaklah benar dan tidak masuk akal,” ujar Wawan.
“Selama persidangan, justru JPU tidak dapat membuktikan keterkaitan aset yang saya miliki dengan pidana TPPU yang dituduhkan kepada saya,” imbuhnya.
Berdasarkan perhitungan Wawan, kerugian negara yang dituduhkan kepadanya telah terlunasi dari hasil sitaan KPK. Dia juga meminta hakim membebaskannya dari tuntutan jaksa.
“Bahwa kerugian negara yang didakwakan kepada saya sebesar Rp 58.025.103.859 sebenarnya telah terlunasi dengan uang tunai yang disita KPK dikarenakan uang tunai yang disita telah melebihi dari kerugian negara tersebut, sehingga dakwaan Pasal 18 UU Tipikor terhadap saya dengan sendirinya telah gugur,” kata dia.
“Berdasarkan uraian pleidoi pribadi yang telah saya sampaikan di atas dan dengan segala kerendahan hati, saya mohon kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutus perkara a quo untuk kiranya dapat menerima pleidoi pribadi saya ini dan membebaskan saya dari segala tuntutan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dituntut hukuman 6 tahun penjara. Wawan dianggap terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan alkes di Banten dan Tangsel serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Menuntut supaya majelis memutuskan, menyatakan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang,” kata jaksa KPK Rony Yusuf saat membacakan tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Senin (29/6/2020).
Menurut jaksa, Wawan terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 65 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan,” ujar jaksa. (red/detik)