Metrobanten, Banten – “Selama menjadi Gubernur, saya tidak campur tangan dan tidak banyak berkomentar. Tapi saya berusaha menyehatkan Bank Banten,” demikian ungkap Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam Konferensi Pers di Rumah Dinas Gubernur Banten Jalan Ahmad Yani No. 158 Kota Serang (Senin, 29/6/2020).
“Bank Banten juga kita dorong,” tegasnya.
Dari awal, lanjutnya, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memperingatkan bahwa Bank Banten prosesnya tidak normal.
Gubernur WH pun membantah anggapan bahwa dirinya tidak melakukan pembinaan kepada PT BGD (Banten Global Development) sebagai BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Pemprov Banten. Hal itu dibuktikan oleh BGD yang kini sudah mampu setor deviden sebesar Rp 1,7 miliar.
“Dari awal, direksi BGD banyak yang ditangkap. Tapi dari 2017, tidak ada direksi BGD yang ditangkap. Itu pembinaan dari Pemprov Banten. Warehouse BGD di bandara juga kita benahi untuk meningkatkan kinerjanya,” ungkapnya.
Masih menurut Gubernur WH, hasil kajian saat itu untuk menyehatkan Bank Banten dibutuhkan dana Rp 2,8 triliun.
“Barusan kita rapat mengenai skema dan agenda penyehatan Bank Banten. Bank peninggalan masa lalu yang penuh persoalan. Sampai sekarang masih dalam penyelidikan KPKdan BPK mengenai proses akusisi,” paparnya.
Dikatakan, kalaupun dilakukan penyertaan modal kepada Bank Banten, dana penyertaan modal akan habis.
Gubernur WH pun paparkan upaya penyehatan Bank Banten yang dilakukannya sejak menjabat Gubernur Banten. Dari kebutuhan modal Rp 2,8 triliun, pihaknya berusaha menggandeng BRI (Bank Rakyat Indonesia untuk menyehatkan Bank Banten.
“Dari kebutuhan modal Rp 2,8 triliun, BRI sanggup Rp 1,8 triliun dan Pemprov Banten Rp 1 triliun. Namun BRI mensyaratkan diligence (audit,red). BRI pun mundur sehingga dana pemerintah tidak bisa digelontorkan,” ungkapnya.
Dipaparkan pula upaya menjalin kerjasama dengan Bank Mega yang berujung seperti upaya menjalin kerjasama dengan BRI. Termasuk upaya menjalin kerjasama dengan investor asal Malaysia sejak sebelum wabah Covid-19 melanda yang hingga kini masih terjalin komunikasinya.
Menurut Gubernur WH, Bank Banten mengalami kesulitan likuiditas karena ada rush Rp 1,8 triliun saat ada Covid-19. Bank Banten mengalami kesulitan likuiditas juga terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat DPR RI dengan OJK.
“Menurut OJK, sejak 14 Mei 2020 Bank Banten dalam pengawasan,” ungkapnya.
Sebelum melakukan pemindahan RKUD (Rekening Kas Umum Daerah), Gubernur WH juga mengaku berkonsultasi dengan Bank Indonesia (BI). Menurutnya, meskipun yang menyatakan sehat atau tidak sehat bukan kewenangan BI, namun BI yang menentukan suatu bank boleh melakukan kliring atau tidak.
Dikatakan, saat RKUD belum dipindahkan dari Pemerintah Pusat ada dana masuk sebesar Rp 300 miliar. Ada pula pemasukan dari Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Pemprov Banten. Namun Bank Banten tidak bisa membayar.
“Pemindahan RKUD ada dasar hukumnya. Pemindahan RKUD untuk menyelamatkan dana kasda (kas daerah) dan menyelamatkan setoran baru,” ungkap Gubernur WH.
Ditambahkan pula, proses politik untuk menyelamatkan dana kasda yang ada di Bank Banten atas perintah OJK. Saat ini OJK meminta Bank Banten dan BGD sebagai induk usaha untuk membuat skema penyehatan. Posisi Gubernur Banten hanya sebagai pemegang saham pengendali terakhir. Bank Banten entitas bisnis tersendiri.
“Sekarang kita membuat proposal dan minta dukungan DPRD Provinsi Banten. Untuk sehat perlu modal, kita cari modalnya. Kalau tidak ada, ya merger,” ungkap Gubernur WH.
“Kita taat hukum. Sekarang proses di DPRD Provinsi Banten. Kita mengupayakan persyaratan-persyaratannya. Persoalan kita sekarang adalah likuiditas,” pungkasnya. (rls)