Rencana Pemerintah Impor 1 Juta Ton Beras Menuai Kontra

Pekerja mengangkut beras impor dari Thailand di gudang Bulog Divre Jatim, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (26/2/2018). (ANTARA FOTO)

 

Metrobanten, Jakarta – Rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras menuai kontra dari banyak pihak. Bahkan di internal pemerintah seolah ada beda suara soal rencana impor yang diperuntukkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan kembali soal alasan di balik rencana impor beras. Selain itu, ia menegaskan sampai saat ini belum ada realisasi impor beras karena masih masa panen.

Namun, ia  mengingatkan saat ini stok riil dari Perum Bulog hanya tersisa 500 ribu ton, idealnya perlu tambahan 1 juta ton.

“Saya tidak melihat ada perbedaan pernyataan antara Kemendag, Kementan, dan Bulog. Tapi pakemnya Bulog harus punya iron stock. Kita tidak pernah bilang kalau lebih atau kurang. Kita hanya bilang bahwa Bulog harus mempunyai iron stock 1,5 juta ton,” katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/21).

Baca juga: BPOM Keluarkan Izin Penggunaan Darurat EAU Vaksin Covid-19 AstraZeneca

Saat ini, Bulog memiliki stok lebih dari 800 ribu ton dalam gudangnya di seluruh Indonesia. Itu pun tidak semuanya dalam kondisi baik karena ada sisa stok beras impor dari tahun 2018 lalu yang sudah mulai turun mutu, jumlahnya mencapai 300 ribu ton. Lutfi mengklaim jumlah itu tidak cukup karena berpotensi akan adanya gejolak harga.

Kebijakan pemerintah membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini dinilai tidak tepat. Pemerintah diminta untuk lebih banyak menyerap beras produksi petani lokal.

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa mengatakan, saat ini petani dalam negeri sedang memasuki masa-masa panen raya.

Badan Pusat Statisik (BPS) bahkan memperkirakan produksi beras lokal sepanjang Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84 persen atau 3,08 juta ton dari periode sama di tahun lalu yang sebesar 11,46 juta ton.

Baca juga: MUI Perbolehkan Vaksin AstraZeneca Digunakan Meski Mengandung Tripsin Babi

“Itu peningkatan produksi yang sangat besar. Jadi dari sisi itu kan enggak logis sama sekali keputusan impor ini,” ujar Dwi kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).

Dwi mengatakan, seiring dengan masuknya masa panen raya, harga gabah di tingkat petani trennya menurun.

Berdasarkan pengamatannya di lapangan, isu keputusan impor beras semakin menekan harga gabah petani pada saat ini.

Selain karena memasuki masa panen, menurut Dwi, kebijakan impor beras yang diputuskan pada awal tahun tidaklah tepat.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso sebelumnya menegaskan tidak akan sepenuhnya ikut kebijakan pemerintah tersebut, pasalnya ada pertaruhan harga gabah di tingkat petani yang bakal anjlok saat musim panen.

“Kalau pun kami mendapatkan tugas impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan, karena kami tetap memprioritaskan produk dalam negeri yang sekarang masa panen raya sampai bulan April,” katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Senin (15/3/21).

Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo memastikan bahwa stok beras hingga akhir Mei atau selesai momen Idul Fitri masih dalam tahap aman.

Stok hingga akhir Desember lalu mencapai 7.389.575 ton, sementara perkiraan produksi dalam negeri pada panen raya ini mencapai 17.511.596 ton sehingga jumlah stok beras hingga akhir Mei mencapai 24.901.792 ton.

Jumlah tersebut lebih dari cukup karena estimasi kebutuhan mencapai 12.336.041 ton. Syahrul dengan percaya diri memastikan bahwa stok beras akan surplus. (arsa)