Waspadai Terjadinya Gangguan Plasenta pada Wanita Hamil
Metrobanten – Dalam masa kehamilan, plasenta tidak hanya berfungsi sebagai penghubung antara janin dan ibu, tetapi juga sebagai jalan untuk menyalurkan nutrisi pada janin. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya gangguan plasenta dan berikut adalah beberapa gangguan yang perlu diketahui serta cara mengatasinya.
Gangguan plasenta adalah salah satu kondisi yang rentan dialami oleh ibu hamil. Saat terjadi gangguan, peran plasenta dalam menjaga kesehatan janin dan ibu hamil bisa terganggu. Bila tidak segera ditangani, kondisi ini berpotensi memicu.
Plasenta bayi mulai terbentuk di dalam rahim sejak awal kehamilan. Umumnya, plasenta terbentuk dan menempel di bagian atas, samping, depan, atau belakang dinding rahim.
Plasenta berfungsi untuk mengalirkan darah yang mengandung oksigen dari ibu ke janin dan sebaliknya. Selain itu, plasenta juga bertugas sebagai penyedia nutrisi bagi janin, melindungi janin dari infeksi bakteri, serta berperan dalam memproduksi hormon.
BACA JUGA: Ketahui Jenis Penyakit Paru-paru yang Disebabkan oleh Bakteri
Peran plasenta yang begitu penting bagi kelancaran kehamilan ternyata juga disertai dengan risiko terjadinya gangguan. Oleh karena itu, pemeriksaan ke dokter harus dilakukan secara berkala agar gangguan pada plasenta dapat terdeteksi.
Berbagai Jenis Gangguan Plasenta
Berikut ini adalah berbagai jenis gangguan plasenta yang umum terjadi pada ibu hamil:
1. Abruptio plasenta (placental abruption)
Abruptio plasenta atau solusio plasenta adalah kondisi luruhnya plasenta, baik sebagian maupun seluruhnya, dari dinding rahim yang terjadi sebelum waktu persalinan tiba. Kondisi ini menyebabkan terputusnya ketersediaan nutrisi dan oksigen untuk bayi.
Abruptio plasenta umumnya terjadi di trimester ketiga kehamilan atau setelah melewati 20 minggu. Gejalanya berupa perdarahan vagina dan kontraksi atau kram perut pada ibu hamil. Pada beberapa kasus, gangguan plasenta ini juga bisa menyebabkan persalinan prematur.
2. Plasenta previa
Plasenta previa terjadi saat plasenta menutup sebagian atau seluruh bagian mulut rahim. Kondisi ini bisa menyebabkan perdarahan parah pada vagina selama masa kehamilan dan persalinan.
Plasenta previa lebih sering terjadi di masa awal kehamilan dan dapat berkembang seiring dengan perkembangan rahim. Tindakan operasi caesar adalah satu-satunya metode persalinan yang disarankan untuk ibu dengan gangguan plasenta previa.
3. Plasenta akreta
Plasenta akreta adalah kondisi saat jaringan plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim. Kondisi ini bisa menyebabkan wanita hamil mengalami perdarahan pada trimester ketiga dan kehilangan banyak darah selama persalinan.
Kondisi yang lebih serius bisa terjadi saat plasenta melekat di otot rahim (plasenta inkreta) dan saat plasenta tumbuh melewati dinding rahim (plasenta perkreta). Gangguan plasenta ini biasanya ditangani dengan operasi caesar dan pada sebagian besar kasus dilanjutkan dengan pengangkatan rahim.
4. Retensio plasenta (retensio placenta)
Pada proses persalinan, normalnya dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir plasenta akan keluar dengan sendirinya dari dalam rahim.
Namun, pada beberapa kasus, plasenta terkadang masih menempel pada dinding rahim dan terjebak di belakang mulut rahim yang setengah tertutup selama 30–60 menit setelah persalinan. Nah, gangguan plasenta ini disebut dengan retensio plasenta.
BACA JUGA: Awas, Makan Buah Semangka Berlebihan Tak Baik bagi Kesehatan
Jika tidak segera ditangani, retensio plasenta bisa membuat ibu kehilangan banyak darah yang dapat membahayakan nyawa.
5. Insufisiensi plasenta (placental insufficiency)
Insufisiensi plasenta merupakan kondisi ketika plasenta tidak menyalurkan pasokan nutrisi dan oksigen yang cukup kepada janin. Gangguan plasenta ini bisa terjadi karena plasenta tidak berkembang dengan sempurna atau rusak.
Plasenta yang tidak berkembang menyebabkan janin juga tidak dapat berkembang sehingga mengalami kelainan (cacat bawaan lahir), persalinan prematur, dan berat badan rendah saat lahir.
Faktor Risiko Gangguan Plasenta
Berbagai gangguan plasenta dapat disebabkan oleh banyak hal. Namun, pada kebanyakan kasus, gangguan plasenta ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya.
Akan tetapi, ada beberapa faktor risiko yang dapat memperbesar kemungkinan ibu hamil terkena gangguan plasenta, yaitu:
- Memiliki tekanan darah tinggi
- Berusia di atas usia 40
- Mengalami ketuban pecah dini sebelum waktu bersalin
- Menderita gangguan pembekuan darah
- Menjalani kehamilan kembar
- Menggunakan narkoba
- Memiliki riwayat menjalani prosedur medis pada rahim, seperti operasi caesar atau kuret
- Mengalami cedera pada perut, seperti terjatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor
- Mengalami gangguan plasenta pada kehamilan sebelumnya
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala yang mengacu pada gangguan plasenta, seperti nyeri pada perut atau punggung yang tidak tertahankan, perdarahan vagina, dan kontraksi rahim terus-menerus sebelum waktu bersalin.
Selain karena gangguan plasenta, periksakan juga kehamilan ketika Anda mengalami cedera perut, seperti karena terjatuh atau kecelakaan. Tujuannya agar setiap kelainan yang mungkin terjadi bisa diantisipasi sejak dini. (*)